| Sumber : Ilustrasi AI |
Sasaran utama dari fiqih ekologi
adalah manusia (mukallaf), pada satu sisi manusia diciptakan sebagai hamba, dan
pada sisi lainnya sebagai khalifah. Dua hal ini sejatinya adalah sudut
yang berbeda, peran sebagai hamba adalah mengabdikan diri kepada Allah sang
Khaliq, dengan cara beribadah. Namun peran lain yang tidak dilupakan adalah
bahwa manusia sebagai khalifah. Tugas kekhilafahan tersebut dapat
diwujudkan dalam dua hal, yaitu bermuamalah pada sesama manusia dan bermuamalah
kepada makhluk Allah selain manusia termasuk alam semesta. Kajian fiqih ibadah
dan fiqih muamalah kerap menjadi sebuah fokus dan sasaran dari fiqih sebagai
aturan dan panduan. Sehingga kerap dikenal dengan hablumminallah
dan hablumminannas, yaitu hubungan manusia kepada Allah dalam bentuk
vertikal yaitu ibadah, dan hubungan kepada sesama manusia dalam hal
muamalah. Dua hal ini senantiasa berintegrasi dan interkoneksi, bahwa
pengabdian hamba kepada Allah adalah ibadah dan muamalah yang dilakukan oleh
hamba kepada sesamanya juga merupakan ibadah jika adanya nilai
kemaslahatan.
Ironisnya, memang tidak banyak
atau bahkan miskin kajian tentang hubungan manusia dan alam semesta yang
merupakan dua sisi, yaitu pada sisi lain sebagai ruang dan wadah bagi segala
kehidupan yang ada. Tetapi pada sisi lainnya adalah makhluk itu sendiri yang
secara langsung atau tidak langsung selalu berinteraksi dan bersanding kepada
manusia. Maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana perilaku manusia
dalam bentuk interaksi kepada sesama makhluk hidup dan benda mati yang ada di
lingkungan kita juga yang membawa maslahat merupakan nilai ibadah. Fenomena
nyata yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa jumlah penduduk di muka bumi ini
semakin bertambah, dengan begitu maka tuntutan untuk mempertahankan hidup
menjadi keras dijalaninya. Otak manusia yang merupakan anugerah besar dari
Allah swt merupakan aktor utama yang merekayasa dan mengendalikan pola hidup
dan kehidupan di alam raya. Sehingga menyebabkan kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan kian berkembang, di sisi lain revolusi Industri yang kian hari
tak terbendung juga tidak serta merta dapat kita abaikan.
Hadirnya fiqih ekologi bukan
berbincang pada fenomena alam semata, melainkan adalah pendudukan peran manusia
sebagai aktor atas rusaknya alam adalah objek utamanya.
Sedangkan yang ingin dibangun
dari manusia sebagai objek utama dari fiqih ekologi adalah bagaimana dapat
menjadikan kesadaran manusia terhadap alam.
Pemanfaatan sumberdaya alam yang
benar dan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, serta persoalan
lain yang berkaitan tentang kelestarian alam yang berkelanjutan. Banyak fakta
peristiwa tentang peran manusia sebagai aktor rusaknya alam yang bahkan
merenggut nyawa manusia sendiri diantaranya dampak pertambangan di Raja Ampat
(juni 2025), bekas Galian C sekitar bukit jaddih Bangkalan yang merenggut nyawa
enam santri (20 November 2025) dan
banjir Sumatera (27 November 2025).
Problemnya adalah bahwa pada masa
lalu para ulama tidak atau belum merumuskan fiqih ekologi, karena alam dan
lingkungan pada saat itu belum meminta tolong untuk dirawatnya, sehingga tidak
menjadi tantangan tersendiri dalam kajian fiqih.
Akan tetapi pada saat ini, alam
sudah lantang berteriak dan buku-buku menangis. Sehingga tidak ada hal yang
lebih penting kecuali menggiring arus utama fiqih ekologi sebagai media
menjembatani hubungan manusia dan alam.
Risikonya jika hal ini tidak
segera diselesaikan, maka akan banyak dampak-dampak mudharat dan kerusakan yang
akan terjadi di lingkungan kita, sebagai refleksi atas firman Allah dalam surat
al-Rum ayat 41. Bahwa Allah tunjukkan bukti kerusakan itu kepada manusia
sebagai aktor kerusakan alam, agar mereka sadar dan kembali ke jalan benar.
Dalam konteks Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Fiqih Ekologi ini mendapat landasan kuat
melalui salah satu pilar utama dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP).
Hubungan Manusia dengan Alam
(Hablum Minal 'Alam)
NDP PMII merumuskan nilai-nilai dasar pergerakannya dalam empat kerangka utama: Tauhid, Hubungan Manusia dengan Allah (Hablum Minallah), Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum Minannas), dan Hubungan Manusia dengan Alam (Hablum Minal 'Alam).
- Pilar Kunci : Hablum Minal 'Alam adalah kerangka ideologis dalam NDP yang secara eksplisit membahas hubungan antara manusia dengan alam semesta sebagai ciptaan Allah.
- Tanggung Jawab Kekhalifahan : Dalam NDP, manusia diposisikan sebagai Khalifah Allah di muka bumi. Kedudukan ini mengandung konsekuensi tanggung jawab untuk memelihara, menjaga, dan mengelola alam secara bijak, bukan sebaliknya merusak atau mengeksploitasinya secara berlebihan.
- Penolakan Antroposentrisme : Penekanan pada menjaga kelestarian alam ini mendorong kader PMII untuk menggeser paradigma berpikir dari antroposentris (manusia sebagai pusat kehidupan) menuju ke arah ekosentrisme atau biosentrisme (semua elemen alam memiliki nilai dan hak yang sama). NDP menekankan bahwa alam harus didayagunakan tanpa mengesampingkan aspek pelestariannya.
Aksi dan Ideologi Fiqih
Ekologi PMII
Fiqih Ekologi dalam bingkai NDP
berfungsi sebagai kerangka refleksi, kerangka aksi, dan kerangka ideologis yang
menjiwai gerakan PMII:
1. Kerangka Refleksi (Landasan
Berpikir)
Sebagai landasan berpikir, NDP mendorong kader untuk mengembangkan ijtihad lingkungan (usaha keras dalam menetapkan hukum Islam) kontemporer. Ini berarti:
- Menganalisis krisis lingkungan (seperti isu limbah, Amdal, pembalakan liar, tambang ilegal dan pencemaran) dari perspektif Islam dan kaidah fiqih, seperti prinsip (tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain).
- Memperkuat aspek spiritual dan etika lingkungan (ecoshophy) dalam setiap produk hukum formal.
2. Kerangka Aksi (Landasan
Berpijak)
Sebagai landasan aksi, NDP
menuntut adanya kerja-kerja nyata dalam isu lingkungan. Hal ini diwujudkan
melalui:
- Gerakan proaktif dalam mengawal perundang-undangan pro-lingkungan.
- Aksi nyata di lapangan seperti reboisasi,bersih-bersih pantai, dan pengelolaan sampah berbasis nilai.
- Mendorong maklumat pembaharuan kebijakan yang berbasis lingkungan dan ekologi.
3. Kerangka Ideologis (Landasan
Motivasi)
Secara ideologis, Fiqih Ekologi
dalam NDP menegaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan adalah bagian
integral dari tanggung jawab moral dan keagamaan seorang Muslim/kader PMII. Ini
adalah upaya mencapai kemaslahatan makhluk di dunia.
Kesimpulan
Fiqih Ekologi adalah kerangka keilmuan yang secara subtanstif terakomodasi oleh NDP PMII melalui pilar Hubungan Manusia dengan Alam. NDP memberikan legitimasi teologis, normatif, dan etis bagi seluruh kader PMII untuk aktif berjuang dalam konservasi lingkungan. Dengan kata lain, menjaga kelestarian bumi bukan sekadar isu sosial, melainkan bagian dari pelaksanaan Tauhid dan tanggung jawab kekhalifahan di dunia.
Penulis : Ahmad Sinwani (Anggota
Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Sumber Anggota, PC PMII Bangkalan)



Posting Komentar