no fucking license

Archive

Middle

Lorem lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed tempor and vitality, so that the labor and sorrow, some important things to do eiusmod. For now passes from soccer.
64y6kMGBSVhmzQfbQP8oc9bYR1c2g7asOs4JOlci

Recent

Bookmark

Mihrab Keadilan Perempuan : Fatimah az-Zahra Sebagai Realitas Cinta dan Perlawanan

Gambar : Lentera Biru

Ada banyak cara mengenali suatu akidah atau pemahaman agama dengan melalui berbagai jalan, baik yang sifatnya normatif maupun historis. Namun, dalam perjalanannya dimana kita juga tertuntut untuk melihat dan mengembalikan secara objektif tentang apa itu kebenaran atas fakta sejarah dan sikap perlawanan, agar sejarah tidak selesai menjadi dongeng di atas ranjang. Hal ini merupakan suatu proses verifikasi dalam sejarah, sebagai bagian dari gerakan pemikiran, dan juga untuk menemukan prinsip sebagai bagian dari pandangan hidup sekaligus menguatkan basis keimanan / menjadi akidah revolusioner yang sadar akan tanggung jawab sebagai seorang muslim, dan tentunya menunjukkan kepada masyarakat akan kesadaran tsb dengan jalan yang logis. 

Suatu gerakan itu ibarat tubuh yang hidup, berwujud otak (pikiran) yang logis dan memberikan cinta melalui hati antara iman, ketulusan, cinta dan pengorbanan. Inilah potret Islam yang melebihi dari agama apa pun, karena agama Islam adalah sejenis pecinta kesadaran atau mereka yang cinta akan kesadaran. Hal ini menjadi gambaran wujud risalah Nabi Muhammad SAW atas perjalanan dakwahnya. Pun tidak terlepas dari sosok Sayyidah Fatimah az-Zahra putri kesayangan Nabi Muhammad SAW dari Khadijah al-Kubro yang turut menjadi saksi sejarah di awal periode kenabian, sosok Fatimah kecil yang menyaksikan serta merasakan langsung perjalanan dakwah Rasulullah SAW.

Fatimah merupakan putri Rasulullah SAW yang berani mengikuti jejak beliau tatkala melakukan dakwah dan turut merasakan langsung berbagai ancaman dan penganiyaan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy kepada Rasulullah SAW yang diperlakukan secara tidak manusiawi. Keberanian Fatimah dan kesabarannya tatkala disisi nabi disetiap perjalanan dakwah Islam dalam konteks sejarah seakan terisolasi sebagai tokoh perempuan, namun menjadi saksi permulaan Islam dan atas berbagai peristiwa-peristiwa keji yang ditimpa keluarganya selama bertahun-tahun. Seakan menghadirkan Fatimah az-Zahra dalam konteks sejarah ini sebagai saksi perkembangan sejarah Islam yang abadi pada kehidupan ayahnya yang membawa amanat untuk disampaikan kepada umat manusia.

Sayyidah Fatimah sedari kecil telah memancarkan harapan dan pewaris yang memikul tanggung jawab dan perintah agama. Sayyidah Fatimah adalah yang terhormat, kehormatannya tumbuh dari rahim seorang ibu yang mulia, yang ditanamkan kemuliaan dan kasih sayang di dalam kesucian jiwanya. Khadijah sebagai seorang ibu mulia yang menempa Fatimah dengan kebijaksanaan dan keimanan lantas dia sebagai seorang anak yang telah berhasil memancarkan keistimewaan geneologi ibu serta ayahnya, dari kehalusan, kesabaran dan kecerdasan. Maka tidak heran jika banyak kaum muhajirin dan kaum ansor banyak yang ingin meminangnya.

Perempuan dan Perlawanan

Seyogyanya, dari geneologi Fatimah di atas tergambarkan dalam benak kita akan fitrah (alamiah) dan hak asasi manusia yang terdapat di dalam prilaku orang Quraisy di masa awal kenabian. Prinsip keadilan sebagai amanat Rasulullah yang juga merupakan akar terjeluk dalam teologi islam dan tentu membaca sejarah Fatimah sepatutnya kita juga menghadirkan teori disposesi dalam membaca pergerakannya untuk melihat bagaimana sayyidah Fatimah mendapatkan kemuliaan ilahiah sebagai penghulu surga. Dari sini kita bisa melihat gerakan Fatimah sebagai penghubung (disposesi) sebuah konsep dan realitas yang dipahami eksistensinya sebagai sesuatu yang tidak terpisah hubungannya dengan realitas alam. Dari Fatimah dapat dikonsepsikan sebagai realitas dari keadilan
dan menjadikanya sebagai landasan objektif untuk para perempuan dapat mengarifi posisi spiritualitas dan perlawanan dalam Islam.

Sebagai manusia dengan spiritualitasnya yang tinggi yang lahir dari rahim kenabian, perjuangan Sayyidah Fatimah dalam gerak sejarah tidak hanya didasari terbatas sebagai putri Rasulullah dengan semangat spiritualitasnya melainkan juga gerak materil sebagai istri Sayyidina Ali Ra untuk mengembalikan hak-hak suaminya yang diyakininya direnggut oleh khalifah pada saat itu sebagai penerus Rasulullah SAW yang dibaiat dalam peristiwa ghadir khum.

Tanah Fadak Sebagai Rekam Jejak Perjuangan dan Perlawanan Sayyidah Fatimah

Sebagai seorang Perempuan Sayyidah Fatimah cukup memiliki peran yang besar dan penting dalam memperjuangkan hak-hak dirinya dan suaminya Sayyidina Ali Ra. Sejarah merekam perlawanan Fatimah ini seakan menjadi puing-puing bangunan yang roboh, dan untuk menemukannya harus menyusun puing-puing sejarah tersebut dengan akal atau pikiran yang logis dan perasaan hati untuk menguatkan cinta guna membuka mihrab bangunan sejarah dari gerakan perlawannnya. Bisa kita lihat di atas bahwa sosok sayyidah Fatimah merupakan manifestasi dari ketakwaan dan kemiskinan yang memberikan kesan mendalam pada jiwanya.

Fadak merupakan tanah pengembalaan yang diwarisi nabi Muhammad kepada sayyidah Fatimah di masa Rasulullah SAW. Tempat ini merupakan ladang yang dikelola Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah untuk membangun kekuatan ekonominya. Namun, bukan semata untuk pribadi keluarganya, melainkan juga membantu orang yang membutuhkan. Tanah Fadak sebagai warisan dari puing-puing sejarah menjadi isu yang sangat terkesan berhubungan dengan Ahl bayt dan sosok Sayyidah Fatimah seakan memulai suatu kehidupan baru di dalam perlawanan perempuan Islam sebagai payung suci bagi orang-orang yang kelaparan dan tertindas. setelah tersitanya Fadak oleh kebijakan permainan struktur kekuasaan ini seakan membungkam kekalifahan itu sendiri dalam sajarah. 

Seperti yang dikatakan nabi bahwa "Keridhaan Fatimah adalah keridhaan saya, dan kemarahan Fatimah adalah kemarahan saya, apa yang disukai putri saya, saya menyukainya dan apa yang memuaskan Fatimah, memuaskan Fatimah, apa yang menimbulkan kemarahan Fatimah, menimbulkan kemarahan saya”.

Fadak menjadi isu politik dalam sejarah Islam dan kehadiran Sayyidah Fatimah menjadikan Fadak sebagai suatu sarana perlawann guna menghidupkan kembali dimana Fatimah meyakinkan kepada penduduk Anshor dari rumah ke rumah melakukan gerakan bawah tanah untuk menyadarkan kepada kaum Anshor atas kebijakan-kebijakan struktur kekuasaan yang lalim. Dengan menyerukan khotbah / Orasinya di mimbar Madinah untuk membela dan mendukung Sayyidina Ali memperoleh hak-haknya. Gerakan Sayyidah Fatimah ini sebagai langkah untuk menghidupkan kembali kesadaran umat atas kekuatan penguasa yang tidak mewakili asas keIslaman.

Memungut sisa serpihan-seprihan sejarah Fatimah seakan banyak menemukan berbagai dimensi pengetahuan, keimanan dan sebagai puzzle gerak kesejarahan perempuan aktivis dan seorang putri nabi yang juga turut menjadi saksi merasakan penderitaan di awal misi kenabian, telah menciptakan kekuatan tersendiri baginya menjadi seorang wanita yang berjuang dengan keteguhan iman.

Refrensi :

Ali Syariati, Fatimah adalah Fatimah: Perempuan sebagai Rumah Cinta, Air Mata dan Kebangkitan. (Yogyakarta: Rausyan fikr Institute, 2013).

Penulis : Fahmi Ayatullah


Posting Komentar

Posting Komentar