no fucking license

Archive

Middle

Lorem lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed tempor and vitality, so that the labor and sorrow, some important things to do eiusmod. For now passes from soccer.
64y6kMGBSVhmzQfbQP8oc9bYR1c2g7asOs4JOlci

Recent

Bookmark

Membaca Langkah Politik Prabowo : Rekonsiliasi atau Strategi

Ilustrasi AI

Lentera Biru, (01/08).  "Hadiah HUT ke‑80 RI,” ujar Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro saat menjelaskan alasan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Namun di balik pernyataan yang terdengar simbolik itu, publik justru mempertanyakan benarkah ini sekadar bingkisan kemerdekaan, atau sesungguhnya bagian dari kalkulasi politik presisi dalam memetakan ulang lanskap kekuasaan pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Pemerintah menyajikan alasan pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto sebagai “hadiah” peringatan Hari Ulang Tahun ke‑80 RI, sebagaimana ditegaskan oleh Wamen Sekneg Juri Ardiantoro, ini bagian dari upaya membangun semangat kebersamaan nasional menjelang 17 Agustus. "Dalam tahun 2025 ini, pada rangkaian peringatan ke-80 RI, Pak Presiden memberikan kebijakan terhadap beberapa orang baik yang disebut kemarin dua nama maupun yang lain, yang memenuhi kriteria, untuk mendapatkan semacam abolisi, amnesti." dikutip dari CNBC, Jumat 1 Agutus 2025.

Secara hukum, Pasal 14 UUD 1945 memberikan Presiden hak prerogatif untuk memberikan abolisi dan amnesti, dengan persetujuan DPR. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memastikan bahwa seluruh prosesnya telah melewati verifikasi, konsultasi DPR, dan uji publik, sebelum diterbitkan Keputusan Presiden pasca persetujuan DPR pada 31 Juli 2025.

Walaupun framing Istana menyampaikan kebijakan ini sebagai simbol rekonsiliasi nasional, banyak pihak memandang pernyataan tersebut "terlalu menyederhanakan" kompleksitas politik yang mendasari keputusan itu, Seperti Muhammad Isnur Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan "Proses penegakan hukum telah menjadi alat transaksi dalam politik kekuasaan untuk mendapatkan dukungan dan stabilitas politik." terangnya kepada ABC Indonesia. 

Amnesti terhadap Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP misalnya, partai terbesar di DPR membuka ruang pertemuan politik yang strategis. Sejak pengumuman itu, hubungan antara kubu Prabowo dan elit PDIP menunjukkan bentuk "pendekatan silahturahmi politik", termasuk pertemuan dengan Megawati dan keluarga yang ditampilkan di media sosial.

Kemudian Abolisi terhadap Tom Lembong menghadirkan sinyal korektif terhadap kasus tahanan politik. Lembong, penasihat Anies Baswedan dalam Pilpres 2024, divonis korupsi impor gula sebesar Rp194 miliar meskipun menurut tim pembelanya, tidak ditemukan unsur mens rea dalam amar putusan. Pembebasannya dianggap sebagai pengakuan negara atas ketidakadilan proses hukum sebelumnya.

Seorang analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah juga menyampaikan bahwa langkah ini kemungkinan menyesuaikan persepsi publik bahwa kasus-kasus tersebut bermotif politik, dan presiden menggunakan kebijakan hukum untuk memperbaiki citra hukum negara.

Langkah ini menciptakan preseden berbahaya, di satu sisi hukum berada di atas politik, tetapi di sisi lain eksekutif mampu secara langsung membatalkan atau menghapus konsekuensi hukum setelah putusan pengadilan, tanpa jaminan transparansi penuh. Menurut Isnur, keputusan tersebut merusak rasa kepercayaan terhadap KPK dan kejaksaan dalam memberantas korupsi, karena eksekutif dapat mengintervensi proses hukum pasca-vonis begitu mudahnya.

"Ini tentu membuat orang-orang atau lembaga yang bergerak di bidang penegakan hukum, misalnya KPK dan Kejaksaan, merasa tidak ada kepastian karena presiden dengan mudah memberi abolisi dan amnesti untuk pelakunya." Ujar Isnur dalam wawancara dengan ABC Indonesia.

Dalam konteks penegakan hukum liberal demokratis, independensi lembaga peradilan ditopang oleh prinsip check and balance dan transparansi mekanisme bagi publik. Ketika grasi legal dan amnesti digunakan sebagai instrumen berbasis kopel politik, justifikasi hukum melemah, dan institusi demokrasi menjadi kaku terhadap kritik pengadilan dan publik.

Sehingga pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, yang resmi dijelaskan sebagai bagian dari perayaan HUT ke‑80 RI, sesungguhnya menyimpan strategi konsolidasi politik yang jauh lebih kompleks. Sementara pemerintah menekankan simbol rekonsiliasi nasional, rangkaian kisah dari restrukturisasi hukum hingga pendekatan terhadap partai oposisi  menunjukkan bahwa keputusan ini bukan sekadar hadiah simbolik, melainkan manuver politik kalkulatif yang menyentuh ranah hukum dan kekuasaan.

Penulis : Syafrial A.

Posting Komentar

Posting Komentar