no fucking license

Archive

Middle

Lorem lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed tempor and vitality, so that the labor and sorrow, some important things to do eiusmod. For now passes from soccer.
64y6kMGBSVhmzQfbQP8oc9bYR1c2g7asOs4JOlci

Recent

Bookmark

Ghost City atau Smart Silence, IKN dan Politik Persepsi di Era Pembangunan Post-Urban Indonesia

Sumber: detik.com

Lentera Biru, (09/11). Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi sorotan setelah sejumlah media internasional, sejak akhir Oktober 2025. Media-media seperti The Guardian dan BBC Asia, melaporkan bahwa mega proyek ambisius ini berpotensi berubah menjadi ghost city. Pemerintah Indonesia melalui Otorita IKN segera merespons tudingan tersebut dengan menegaskan bahwa pembangunan masih berjalan sesuai rencana, meski dengan pola percepatan yang lebih selektif. Fenomena ini bukan sekadar soal pembangunan fisik, melainkan pertarungan persepsi antara optimisme nasional dan skeptisisme global. Di tengah fase senyap yang disebut sebagian pihak sebagai “masa hening”, IKN justru menghadirkan pertanyaan besar tentang bagaimana sebuah kota masa depan dibangun tidak hanya dengan beton dan dana, tetapi dengan kepercayaan, narasi, dan visi keberlanjutan.

Ketika sebagian media global memotret keheningan di kawasan Ibu Kota Nusantara sebagai tanda kegagalan, para perencana dan peneliti justru melihatnya sebagai fase alami dalam siklus pembangunan kota baru. Fase ini dikenal sebagai “Smart Silence”, yakni periode transisi di mana aktivitas fisik tampak melambat karena sistem tata kelola, ekologi sosial, dan infrastruktur digital sedang dipersiapkan secara matang.

Profesor Urban Governance dari Universitas Gadjah Mada, misalnya, menilai bahwa setiap megaproyek kota baru memiliki siklus pembangunan yang tidak linier, di mana periode perlambatan justru menjadi fase paling menentukan bagi keberlanjutan jangka panjangnya. “Pembangunan kota baru memang membutuhkan fase senyap sebelum muncul dinamika kehidupan yang stabil, sebab kota bukan sekadar proyek konstruksi, melainkan organisme sosial yang tumbuh bertahap,” ungkap Prof. Dr. R. Suharyanto, MURP, pakar tata kelola perkotaan UGM, dalam wawancara akademik yang dikutip dari jurnal Urban Policy Review edisi Oktober 2025.  

Pada konteks inilah narasi “IKN sebagai kota hantu” perlu dibaca secara kritis sebagai politik persepsi global. Sebagaimana dijelaskan dalam teori media framing (Entman, 2019), media memiliki kekuatan membentuk cara publik memahami realitas. Dengan menonjolkan citra “sepi” dan “tidak berpenghuni”, narasi asing cenderung mengabaikan dimensi sistemik pembangunan yang tengah berlangsung. Di sisi lain, pemerintah Indonesia memang dihadapkan pada tantangan komunikasi publik yang belum optimal. Minimnya data real-time, keterbukaan proyek investasi, dan transparansi progres infrastruktur turut memperkuat kesan stagnasi di mata publik internasional.

Berdasarkan temuan empiris, data Otorita IKN menunjukkan bahwa hingga kuartal ketiga 2025, total nilai investasi yang telah dikomitmenkan mencapai Rp225 triliun, dengan lebih dari 120 paket pekerjaan konstruksi aktif, termasuk pembangunan jalan kawasan yudikatif oleh Hutama Karya dan proyek jalan KIPP oleh Waskita Karya. Angka ini menandai bahwa IKN bukan berhenti, melainkan memasuki fase restrukturisasi pembangunan dari massive spending phase menuju targeted efficiency phase.

Lebih jauh konsep “Smart Silence” ini sejalan dengan teori Transitional Urbanism (Lees & Phillips, 2023), yang menjelaskan bahwa kota modern sering melewati fase sunyi antara pembangunan fisik dan tumbuhnya ekosistem sosial-ekonomi. IKN, dalam konteks ini, bukan “kota hantu”, tetapi kota yang sedang mengatur napas menuju ekologi urban yang cerdas dan berkelanjutan. Keheningan menjadi strategi, bukan kegagalan.

Dari perspektif ekonomi perilaku, persepsi publik memiliki kekuatan yang sama besar dengan data. Ketika wacana negatif mendominasi, arus kepercayaan investor dapat terpengaruh. Karena itu, para pakar komunikasi publik menilai, pengelola IKN perlu membangun data narrative strategy strategi komunikasi berbasis bukti dan visualisasi progres agar persepsi global kembali selaras dengan kenyataan lapangan.

Dengan demikian, isu “IKN sebagai kota hantu” sejatinya bukan perdebatan tentang ada atau tidaknya pembangunan, tetapi tentang siapa yang berhak mendefinisikan realitas pembangunan itu sendiri. Dalam era post-urban capitalism, ketika kota dipahami bukan sekadar ruang fisik tetapi juga simbol identitas dan legitimasi politik, perebutan makna menjadi lebih penting daripada sekadar deretan gedung yang berdiri.

Keheningan Ibu Kota Nusantara bukanlah tanda kehampaan, melainkan bagian dari ritme besar pembangunan yang tengah bertransformasi menuju kematangan sistemik. Di balik narasi “kota hantu” yang digemakan sebagian media asing, IKN justru sedang mematangkan fondasi keberlanjutan baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun ekologis. Proyek-proyek strategis seperti jaringan jalan kawasan yudikatif, infrastruktur digital terpadu, dan sistem tata air cerdas menandai bahwa pembangunan tengah bergerak dalam fase konsolidatif yang membutuhkan waktu, disiplin, dan kesinambungan kebijakan.

Melalui pendekatan Smart Silence IKN sedang menyiapkan dirinya bukan sekadar sebagai pusat pemerintahan baru, tetapi sebagai model peradaban urban abad ke-21 yang berakar pada efisiensi, keseimbangan ekologi, dan inovasi sosial. Transformasi yang berlangsung senyap ini menegaskan bahwa pembangunan sejati tidak selalu tampak dalam hiruk pikuk konstruksi, melainkan dalam ketenangan yang terencana dan bermakna. IKN sedang menulis bab penting tentang bagaimana bangsa membangun masa depan dengan kesadaran, bukan dengan tergesa-gesa.


Penulis: Abdul Hakim M.H

Posting Komentar

Posting Komentar