no fucking license

Archive

Middle

Lorem lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed tempor and vitality, so that the labor and sorrow, some important things to do eiusmod. For now passes from soccer.
64y6kMGBSVhmzQfbQP8oc9bYR1c2g7asOs4JOlci

Recent

Bookmark

Darurat Banjir dan Tubuh Gajah, Menakar Batas Etika Negara

Sumber: nusantara.media

Lentera Biru, (13/12). Pengerahan empat gajah Sumatera untuk membersihkan puing pasca banjir di Aceh pada Desember 2025 memantik perdebatan luas tentang eksploitasi satwa dilindungi dalam situasi darurat, meskipun pemerintah menegaskan praktik tersebut tidak melanggar prinsip kesejahteraan hewan. Peristiwa ini terjadi ketika akses alat berat terbatas dan otoritas konservasi memutuskan menggunakan gajah terlatih sebagai solusi cepat pemulihan wilayah terdampak. 

Namun, di tengah klaim “tidak ada eksploitasi”, para ahli konservasi dan etika lingkungan mempertanyakan bagaimana, atas dasar apa, dan sampai sejauh mana negara berhak memobilisasi tubuh gajah untuk kepentingan manusia. Kasus ini bukan sekadar respons teknis bencana, melainkan membuka diskursus kritis tentang relasi kuasa, standar etika, dan masa depan perlindungan gajah di Indonesia.

Di tengah upaya pemulihan pascabanjir bandang yang melanda Pidie Jaya, Aceh akhir pekan lalu, pemandangan empat ekor gajah Sumatera Abu, Mido, Ajis, dan Noni bekerja di antara puing kayu dan lumpur menjadi sorotan nasional. BKSDA Aceh menyatakan pengerahan satwa itu dilakukan karena alat berat tidak mampu menjangkau medan sempit dan terhambat material banjir, sehingga gajah terlatih dipilih untuk membantu membuka akses jalan dan membersihkan material berat di permukiman warga terdampak. 

Dalam operasi darurat ini, mahout (pawang gajah) berada di sisi gajah sepanjang waktu, memberikan perintah dan membimbing mereka dalam pekerjaannya. Di lokasi pembersihan di Gampong Meunasah Bie, salah seorang mahout, Ridwan, berbicara kepada wartawan saat gajah tengah menarik batang kayu besar:

Saya sudah bersama Abu sejak ia dilatih di PLG Saree. Hari ini kami bekerja pelan-pelan agar gajah tidak stres dan tetap fokus. Semua instruksi saya sesuaikan dengan ritme mereka, karena kerja sama antara mahout dan gajah adalah yang utama,” ujar Ridwan, sambil memastikan Abu tidak menarik beban yang melebihi kemampuannya.

Pengerahan gajah pasca banjir di Aceh memunculkan pertanyaan mendasar tentang batas etis pemanfaatan satwa dilindungi dalam situasi darurat. Klaim pemenuhan kesejahteraan gajah belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran etik dan kebijakan jangka panjang. Kasus ini menegaskan bahwa eksploitasi dapat terjadi secara halus melalui normalisasi penggunaan satwa atas nama efisiensi, yang berpotensi menjadi preseden dan mengaburkan komitmen negara terhadap perlindungan satwa liar.


Penulis: Faizatul Hidayah
Posting Komentar

Posting Komentar