Lentera Biru, (15/11). Bentrokan terjadi di Dusun Ai Jati, Desa Mapin, Kecamatan Alas Barat, Kabupaten Sumbawa. Proses berawal dari eksekusi lahan yang dilakukan pada hari Rabu (05/11/2025) harus diundur akibat adanya perlawan dari warga hingga menyebabkan terlukanya tiga aparat kepolisian.
Eksekusi
lahan tersebut melibatkan tim gabungan Pengadilan Negeri Sumbawa, Polres
Sumbawa, Brimob, serta dukungan personel TNI. Sedikitnya 325 personel
diterjunkan untuk mengamankan proses hukum atas lahan seluas sekitar 1,58
hektar yang diklaim berdasarkan putusan pengadilan tahun 1991.
Warga
Desa Ai Jati melakukan perlawanan karena merasa dirugikan adanya penggusuran
yang dilakukan secara sepihak pasca keluarnya Surat Putusan Pengadilan Negeri
Sumbawa Nomor 24/Pdt.G/1991/PN Sbw. Situasi berubah tegang saat puluhan warga
memblokir akses jalan dan melakukan aksi penolakan. Massa melempari petugas
dengan batu serta menggunakan senjata tajam dan panah tradisional. Aparat
berupaya memberikan imbauan dan pendekatan persuasif, namun situasi semakin
memanas hingga terjadi bentrokan.
Akibat
kejadian tersebut, tiga anggota kepolisian mengalami luka. Satu anggota
mengalami luka robek pada bagian lengan, satu terkena luka pada wajah, dan satu
personel lainnya harus mendapat tindakan medis akibat luka tebas pada kaki.
Seluruh korban kini menjalani perawatan intensif di fasilitas kesehatan
setempat.
Kondisi
di lokasi tidak kondusif, terlebih terdapat keterlibatan perempuan, lansia, dan
anak-anak dalam barisan massa. Atas pertimbangan kemanusiaan dan keselamatan
publik, aparat memutuskan menunda eksekusi dan menarik pasukan sekitar pukul
10.30 WITA. Jalan yang sempat macet akhirnya dapat kembali dibuka setelah
situasi mereda.
Pihak
kepolisian menyatakan bahwa langkah penundaan dilakukan untuk menghindari
jatuhnya korban lebih banyak. “Kami tetap mengutamakan pendekatan humanis dan
penegakan hukum yang sesuai prosedur,” ujar Kapolres Sumbawa AKBP Marieta Dwi
Ardhini, S.H., S.I.K.
Sementara
itu, perwakilan warga menilai proses eksekusi belum mempertimbangkan aspek
sosial dan sejarah penguasaan lahan oleh masyarakat. Warga meminta dialog
terbuka sebelum pelaksanaan eksekusi ulang, agar solusi tidak hanya berpijak
pada aspek legal formal tetapi juga realitas sosial di lapangan.
Hingga
kini pihak pengadilan belum mengumumkan jadwal baru eksekusi. Koordinasi
lanjutan akan dilakukan antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan
perwakilan masyarakat untuk mencari jalan tengah dan menghindari eskalasi
lanjutan.
Peristiwa
ini menyoroti kompleksitas sengketa tanah di daerah, di mana keputusan hukum
sering kali berhadapan dengan klaim sosial dan keberlanjutan ruang hidup warga.
Pemerhati isu agraria menyarankan adanya mediasi dan pemetaan sosial sebagai
langkah penting sebelum penegakan putusan demi mencegah konflik horizontal.
Penulis: Syafrial A.



Posting Komentar