Menurut Nasaruddin Umar, Menteri
Agama, semua tindakan-tindakan yang bertentangan moralitas itu harus menjadi
musuh bersama. Ia menekankan bahwa
tindakan tersebut bukan hanya merugikan individu tetapi juga institusi
keagamaan dan masyarakat luas (Republika.CO.ID, 12/11/2025; Antaranews.com,
12/11/2025).
Sementara itu, Romo Muhammad Syafi’i
selaku Wakil Menteri Agama mengatakan secara tegas “Kita sepakat dengan publik,
bahwa itu tidak pantas!”. Ia menambahkan bahwa Kemenag telah menerbitkan
pedoman bagi madrasah dan pesantren “ramah anak” untuk memastikan hak anak
terlindungi (Detiknews.com 12/11/2025).
Dari sisi lembaga keagamaan,
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengecam tindakan Gus Elham sebagai
“tidak mencerminkan akhlakul karimah” dan “menodai nilai-nilai dakwah”. Ketua
PBNU, Alissa Wahid, menyatakan bahwa dakwah seharusnya menegakkan kehormatan
manusia dan bahwa seorang pendakwah wajib menjadi uswatun hasanah (Antaranews.com
12/11/2025; Media Indonesia 12/11/2025).
Seiring dengan permintaan maaf yang
sudah disampaikan oleh Gus Elham, institusi keagamaan seperti pondok pesantren
dan pemerintah kini dituntut untuk memperkuat akuntabilitas dan pedoman etik
dalam ruang dakwah. Karena seperti ditegaskan Menag, “pondok pesantren ke depan
harus menjadi contoh untuk sebuah masyarakat yang ideal” (Antaranews.com,
12/11/2025).
Kasus ini bukan hanya soal seorang
individu saja, melainkan menjadi cermin bagaimana masyarakat menilai integritas
moral figur keagamaan di ruang publik. Seorang pendakwah tidak hanya dinilai
dari kata-kata yang ia sampaikan, melainkan dari sejauh mana ia tetap berada
dalam norma sosial dan etika yang diharapkan dari posisinya.
Penulis: Dennia Shinenauky Niza



Posting Komentar