Lentera Biru, (22/11). Erupsi beruntun kembali melanda Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada Jumat pagi (21/11/2025), ketika sistem seismograf mencatat 36 letusan hanya dalam enam jam, disertai guguran lava dan hembusan awan panas yang mengarah ke Besuk Kobokan. Aktivitas ini memaksa otoritas meningkatkan kewaspadaan warga dan menutup akses di radius 20 kilometer dari puncak.
Aktivitas vulkanik Gunung Semeru yang terus meningkat sejak 19 - 21 November 2025 kini menimbulkan tekanan psikologis dan sosial yang kuat bagi warga di lereng gunung, terutama di wilayah Sumberwuluh, Supiturang, Curah Kobokan, dan Pasirian. Meskipun pemerintah daerah telah menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari, banyak warga mengaku masih diliputi ketidakpastian karena letusan yang terjadi bukan hanya sering, tetapi juga tidak dapat diprediksi pola waktunya. “Suara dentumannya makin rapat. Kadang lima menit sekali, kadang jedanya lebih panjang. Tapi tidak pernah benar-benar berhenti,” ujar Sulastri, warga Supiturang, yang sejak dua hari terakhir harus tidur berpindah-pindah antara rumah kerabat dan pos pengungsian demi memastikan keselamatan keluarganya.
Kondisi intensitas abu vulkanik yang menggelapkan langit pada Rabu lalu menyisakan kekhawatiran terhadap kesehatan dan mata pencaharian warga. Petani bawang dan sayur mengeluhkan daun tanaman yang tertutup debu tebal, sementara kelompok ternak mulai kekurangan pakan hijau karena rumput di sekitar lahan penggembalaan ikut terlapisi abu halus. Keadaan ini diperburuk oleh bau belerang yang sesekali tercium hingga radius 10 kilometer, pertanda bahwa suplai gas vulkanik masih sangat aktif keluar dari puncak Jonggring Saloko.
Aliran sungai Besuk Kobokan, yang menjadi jalur utama awan panas Semeru, terus diawasi ketat karena endapan erupsi sejauh 13 kilometer berpotensi kembali bergerak apabila terjadi hujan intens pada akhir pekan. Warga yang tinggal di sekitar bantaran DAS terpaksa mengevakuasi barang berharga mereka lebih awal, menyadari bahwa ancaman lahar panas maupun lahar hujan dapat terjadi tiba-tiba. “Kami sebenarnya ingin tetap bertahan karena pekerjaan ada di sini. Tapi setiap malam, suara gemuruhnya bikin kami tidak yakin harus tinggal atau pindah,” ungkap Imam, warga Sumberwuluh, yang memilih berjaga di pos ronda agar cepat mendapatkan informasi dari relawan.
Otoritas vulkanologi menegaskan bahwa peningkatan aktivitas Semeru kali ini tidak bisa dianggap sebagai siklus rutin, sebab ritme letusan yang cepat dan konsisten mengindikasikan adanya tekanan gas berlebih di dalam tubuh gunung. Jika pola multipulse eruption seperti ini berlanjut, potensi letusan yang lebih besar tetap terbuka. Kondisi ini mendorong Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memperluas jangkauan sosialisasi, termasuk menyediakan jalur evakuasi tambahan dan mempercepat distribusi masker, logistik, serta tenda darurat.
Bagi warga, yang paling mereka butuhkan kini bukan hanya informasi cepat, tetapi kepastian. Kepastian kapan mereka dapat kembali ke rumah, kapan ladang bisa kembali dipanen, dan kapan kehidupan di lereng Semeru dapat berjalan seperti sediakala. Namun selama letusan masih ajek dan awan panas sesekali muncul di puncak, mereka harus menerima bahwa Semeru, gunung yang selama ini memberi penghidupan, kini menuntut kewaspadaan yang lebih besar dari siapapun yang hidup di kakinya.
Di tengah erupsi yang masih berlangsung, warga lereng Semeru terus menata kehidupan sambil menunggu stabilitas kondisi gunung. Aparat menegaskan bahwa seluruh langkah mitigasi difokuskan pada keselamatan warga, sementara para ahli mengingatkan pentingnya kewaspadaan jangka panjang mengingat pola erupsi Semeru yang berulang. Meski merasa khawatir, masyarakat berharap aktivitas vulkanik segera mereda dan menanti pembaruan resmi untuk memastikan langkah mitigasi ke depan.
Penulis: Faizatul Hidayah




Posting Komentar